Wednesday 14 July 2010

Kisah Seorang Brahmana (Dhammapada 16 : 216)

XVI. Piya Vagga – Kecintaan

(216) Dari keinginan timbul kesedihan,
dari keinginan timbul ketakutan;
bagi orang yang telah bebas dari keinginan,
tiada lagi kesedihan maupun ketakutan.
-------------------------------------------------------------------------------------------------

Ada seorang brahmana tinggal di Savatthi, ia menganut pandangan salah. Sang Buddha mengetahui bahwa brahmana itu sudah siap untuk menerima ajaranNya, maka Sang Buddha pun pergi menemuinya. Brahmana tsb, walaupun melihat Sang Buddha datang, tidak memberi penghormatan dan diam saja. Sang Buddha kemudian menyapanya, “Brahmana, apa yang sedang kamu lakukan?” “Membersihkan sawahku, bhante”. Sang Buddha tidak berkata apa-apa lagi dan terus berjalan.

Hari berikutnya, brahmana itu pergi membajak sawahnya. Sang Buddha datang dan bertanya, “Brahmana, apa yang sedang kamu lakukan”?” “Membajak sawahku, bhante”. Mendapat jawaban itu, Sang Buddha kemudian meneruskan berjalan.

Hari-hari berikutnya, Sang Buddha menemui Brahmana itu, dan menanyakan pertanyaan yang sama. Dan dijawab, sedang menanam, sedang menyiangi, dan menjaga sawahnya. Dan seperti biasa, Sang Buddha kemudian terus berlalu.

Suatu hari, Brahmana itu berkata kepada Sang Buddha, “Bhante, engkau telah datang kemari sejak aku membersihkan sawahku. Jika panenku berhasil, aku akan membaginya denganmu. Aku tidak akan memakannya tanpa memberikannya kepadamu. Dari sekarang dan selanjutnya, engkau akan menjadi partnerku”.

Seiring berjalannya waktu, panennya mulai siap dan ia akan menuai panen keesokan harinya dan menyiapkan alat-alatnya. Tetapi malam itu turun hujan yang amat deras menyapu bersih semua panennya. Sang Buddha mengetahui sejak awal, bahwa panenannya tidak akan berhasil.

Keesokan paginya ketika brahmana itu melihat sawahny, ia sangat sedih, “Pertapa Gotama telah datang mengunjungiku sejak pertama aku membersihkan sawah, dan aku telah berkata kepadanya akan memberikan sebagian hasil panenanku. Tetapi sekarang, keinginan hatiku tidaklah dapat dipenuhi.” Kemudian ia tidak mau makan dan pergi tidur.

Tak lama, Sang Buddha sampai di depan rumahnya. Ketika brahmana mendengar bahwa Sang Buddha telah tiba, ia berkata kepada pelayannya, “Persilakan partnerku masuk dan siapkan tempat duduk untukNya. Setelah duduk, Sang Buddha bertanya, “Brahmana, ada apa?”

“Bhante, engkau telah mengunjungiku sejak hari pertama aku membersihkan sawah, dan aku telah mengatakan kepadaMu jika panenan berhasil, aku akan membaginya denganMu. Tetapi keinginan hatiku ini tidak bisa dipenuhi. Karenanya, aku menjadi sedih dan tidak lagi memiliki nafsu makan.”

Sang Buddha berkata, “Tetapi, Brahmana, apakah engkau tahu apa yang menyebabkan kesedihan yang kau rasakan ini?”
“Tidak, bhante, aku tidak tahu. Tetapi kamu tahu.”
Sang Buddha menjawab, “Ya, Brahmana. Apakah itu kesedihan ataupun ketakutan, hal itu muncul dari keinginan.”

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :

"Taṇhāya jāyatī soko taṇhāya jāyatī bhayaṃ,
taṇhāya vippamuttassa n’ atthi soko kuto bhayaṃ."

Dari keinginan timbul kesedihan,
dari keinginan timbul ketakutan;
bagi orang yang telah bebas dari keinginan,
tiada lagi kesedihan maupun ketakutan.

Brahmana itu mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma itu berakhir.